17 tahun, mimpi dan move on

*bersih-bersih blog*

*bungkuk*

 Hai! Nggak kerasa ya, bulan ini udah bulan Mei. Tahun 2013.
Nggak lama lagi, tepatnya 2 minggu lagi, gue 17 tahun.
 Kata orang-orang sih, 17 tuh masanya kita jadi orang dewasa.
Apa itu tahunnya penjejakan ya?



Masalahnya, mental gue, mungkin, atau memang iya, masih anak-anak.
Benar-benar belum sepenuhnya siap untuk jadi dewasa.
Kata orang, jadi tua itu pasti, tapi jadi dewasa itu pilihan.
Setuju?
^^



Ngomong-ngomong, karena ulangtahun gue tinggal menghitung hari, nggak lama lagi gue akan dapat kartu tanda penduduk dan kartu-kartu lainnya.
Tapi, apa itu penentu kedewasaan?
Nggak kan?
Bahkan, sampai saat ini gue masih sulit untuk menentukan, 5 tahun lagi gue mau jadi apa.
Bahkan gue nggak tau besok mau apa.
Satu detik lagi seperti apa.



Dulu, waktu gue SD, gue nggak kepikiran sama sekali gimana hidup gue di SMA.
Bener-bener nggak kebayang dan............ nggak mikirin juga.
Well, kepikiran dikit. Tapi, bagusnya gue waktu SD, gue punya mimpi.
Punya target. Punya plan. Punya tujuan.

Dulu, waktu SD, gue mau masuk SMPN 5, trus lanjut SMAN 1, lanjut UNDIP Semarang, terus lulus dan jadi dokter.



Sekarang?

Gue berhasil lulus SD, sukses.
SMP? Mimpi gue tercapai untuk sekolah disana.
SMA? Gue nggak masuk SMA yang gue inginkan semasa SD.
Karena semesta membawa gue untuk bertemu dengan orang-orang ini.
Orang-orang yang bikin hidup gue jadi lebih berwarna.
Lebih bermakna.




Gue udah kelas 11, kelas 2 SMA.
Jurusan gue ilmu alam.

Tapi, mimpi yang udah gue bangun semasa SD perlahan buyar.
Namanya anak-anak, mimpi gue terus berubah.
Entah itu jadi fotografer, arsitek, dokter sampai psikolog.


Fotografer?

Gue udah ikut ekskul fotografi, setidaknya gue terlihat 'berusaha' untuk meraih salah satu mimpi gue itu.
Tapi, gue pribadi merasa diri gue nggak dapet "feel" dan "skill".



Arsitek?
Matematika gue......................................huhuhu
Tapi sewaktu SD dan SMP, gue sempet buat design interior rumah lewat suatu program dan gambar-gambar denah rumah yang gue mau. Bahkan gue nanyain ke temen gue, rumah kayak gimana yang mereka ingin tinggali. Lucu ya, gue nggak inget apa yang ada dalam pikiran gue saat itu, tapi gue inget dengan jelas, sangat jelas, kalo gue melakukannya dengan senang hati.
Tanpa beban, nggak kayak sekarang.




Psikolog?
Yah, itu....no comment.



Dokter?
Setelah setengah tahun di tahun 2013, gue masih kepikiran sama mimpi gue yang jadi dokter itu. Orang bilang, dokter itu udah terlalu banyak. Terlalu sulit juga buat digapai. Sekolahnya lama. Biayanya mahal. Harus jadi anak yang benar-benar pintar.
Tapi, entah darimana, gue terpikir buat ambil mimpi itu.
Nerusin apa yang udah gue rencanakan waktu gue kecil.
Dan gue rasa itu nggak ada salahnya.
Gue tiba-tiba tertarik buat ambil spesialis bedah. Sampai sekarang gue juga nggaktahu gimana dan apa yang harus dipelajari buat ambil jurusan itu. Gue tau, sekolahnya bakalan lama dan seperti apa yang gue ungkapkan tadi, pasti sulit.
Tapi gue mau nantang diri gue sendiri, kira-kira gue bisa nggak ngelakuin apa yang pasti sulit?


Cukup untuk impian dan mimpi gue itu.


Tahun ini, masuk tahun ke delapan, uhm, delapan saudara sekalian.
Itu bukan angka yang sedikit, fyi.

Masih tentang voldemort itu.
Temen SMA gue tau kalau gue masih suka sama dia.
Ada yang bilang, "Lagian lo juga sih, lo nya yang nggak mau usaha buat move on."

Hei, gue berhasil.
Gue berhasil.
Bulan Maret lalu, tanpa sadar, ada rasa nyaman yang ditimbulkan seseorang *hahaha*.
Tapi itu hanya berlangsung selama dua bulan.
Gue merasa capek.
Capek karena jealous.

Setelah gue capek itu, tanpa sadar, gue balik ke dia lagi. Balik ke voldemort.

Kenapa kalau sama voldemort, gue ngerasa seneng-seneng aja?
Senyum-senyum aja?
Kenapa gue nggak capek?



Pagi tadi, pas gue berangkat sekolah, gue kepikiran lagi.

Gimana kalo 4 tahun yang lalu, gue beneran menuhin janji yang gue buat untuk ketemuan sama dia di sebuah mall di kampung halaman dia?

Apa akan ada yang berubah?

Kalau iya, saat gue dalam tahap sixteen going on seventeen ini bakal jadi seindah apa? Atau ...?

Kalau gue nggak dengan sengaja ngejek dia sama seseorang, apa bakal jadi seburuk ini?

Gue bahkan kepikiran, apa yang sekarang gue alami gara-gara diri gue sendiri?


Kalau. Kalau. Kalau. Kalau. Kalau.
Sampai kapan gue mau terus bilang "kalau saja"?
Mau sampai kapan gue suka?
Salah gue emang.


Cukup buat voldemortnya.


Nggak lama lagi gue 17 tahun.
Pengen banget bikin diri sendiri nggak kayak gini.
Setidaknya, gue benar-benar akan memilih jadi dewasa.
Gue mau buat hidup gue lebih bermakna.
Bikin hidup gue jadi mudah, kalau bisa.


Memilih itu nggak begitu sulit kan?


^^



 .ありがとうございまし.
  -tyana-

Komentar

Postingan Populer